Seriusan, ga perez, hahaha…
Nyoba pertama pertengahan Februari lalu. Berawal dari perdebatan dengan tetangga di toko sebelah, One Juice Kb.Tanjung. Katanya disekitar kampong mereka, yakni Kembang Tanjung ada makanan yang wajib coba, kecil tapi kaya rasa, adee Ie Leubeue. Saya langsung ga percaya, sepanjang sejarah perjalanan makan saya, makanan yang terbuat dari tepung yang dikukus ini rasanya sama-sama aja. Cuma beda rasa kalau bahan utama diganti antara tepung atau ubi jalar, atau tergantung yang buatnya. Seperti adee Kak Nah, Kak Mah, Kak Meutia dan kakak-kakak atau nama-nama perempuan lain yang digunakan sebagai brand adee. Fix, langsung ga percaya...
Beberapa kali singgah kekampung tersebut, belum juga sempat ke tempat yang dituju atau kelewat pagi sebab baru tengkurap pas azan subuh berkumandang. Cerita mereka, tempatnya buka dari pagi, dan makanan ini hanya bertahan dari pagi sampe jelang jam 10, setelah itu, sold out.
suasana pasar pagi Ie Leubeue |
Februari itu tiba, kebetulan juga yang ngerekomendasiin juga pulang kampung sebab keluarga dekatnya tertimpa musibah. Menginaplah saya malamnya, dan nyetel alarm berkali-kali pagi hari biar ga sampai kelewat. Jam sembilanan kita bangun dan nyerbu ke sumber adee itu berada. Lokasinya 10 menit perjalanan dari simpang Kembang Tanjung kearah pasi, lokasinya juga tertera di maps, pasar Ie Leubeue.
Tiba disana hanya dua penjual yang masih sisa jualan adee. Si kawan langsung milih salah satunya. Satu bungkusnya isi 5 seharga 5 ribu, sikawan juga pesan jajanan lain, putu. Berikutnya kita langsung masuk kesalah satu warung dan memesan teh panas, sembari nungguin putu dan adee dianterin.
Saya begitu excited dengan adee ini, seluruh cerita dan perdebatan rasa-rasanya akan terbayar dengan ngerasainnya langsung. Ga sabaran buka bungkusan dan menyambar satu adee, cress….
Kerongkonganku menolak untuk dimasukkan makanan ini, langsung kumuntahkan, manis pake banget. Si kawan ikut nyobain, reaksi yang sama, muntahin.
![]() |
Saat saya dan sikawan nyobain adee Ie Leubeue dan putu |
Sepulang dari tempat itu, tidak ada lagi pembicaraan tentang adee, baik itu ditoko pun disetiap perjalanan pulang kampung. Sementara aku secara personal, masih penasaran dengan rasa sesungguhnya dari sang adee Ie Leubeue.
Kesempatan pulang kampung akhir Maret kemarin, saat perjalanan dari kampung ke kota Banda, kubelokkan motor menuju Ie Leubeu.
Kali ini kupilih dari wawak penjual yang berbeda. Selanjutnya duduk disalah satu warung sambil minum teh panas. Menyiapkan peralatan video, kalau-kalau adee Ie Leubeue kali ini sesuai rasa. Cress…
Segera kunyalakan kamera, ngevideoin, dan beraksi layaknya food hunter professional. Tak lupa kukirimkan foto ke sikawan yang pernah rekomendasiin. ‘akhirnya ketemu sama si adee Ie Leubeue yang enak’, klik, terkirim. Hingga berikutnya beberapa teman whatapps dan instagram yang melihat update-ku minta dijadikan oleh-oleh dan dibawa kebanda.
Sama seperti adee Kak Nah, generasi adee yang lebih familiar. Akan tetapi adee Ie Leubeue ini tidak ada taburan bawang, rasanya tidak sampai cepat membuat eneuk (legit), layaknya yang biasa dirasain ketika makan adee-adee yang lain. Ukurannya hanya sebesar kelingking karena dibuat dengan cetakan periuk yang kecil pula, sebesar periuk apam makanan khas aceh saat bulan arab, Safar. Dibuat dari bahan utama berupa tepung beras. Permukaanya cukup berminyak. tapi untuk takaran enaknya, si mungil warisan leluhur masyarakat Ie Leubeue ini beberapa tingkat lebih enak dari adee-adee yang lain. Jadi, sangat recommended bagi penggemar jajanan jadul dan murah untuk kesini, bisa langsung dimakan atau jadiin oleh-oleh.
Komentar
Posting Komentar